Menemukan sosok patriot
bangsa dan belajar menghargai kehidupan dari tiga filosofi sederhana seorang
tukang sate keliling
Aku
patut bersyukur bisa tinggal di Indonesia, lagi-lagi Indonesia… Ya..! Negara
berkembang di tenggara Asia, yang pemimpinnya
masih sibuk mencari sosok “pangeran piningit” untuk dicontoh. Lalu kenapa aku
bersyukur tinggal di Negara yang membuat sebagian masyarakatnya jengah dengan
pemimpin-pemimpinnya ini..?
Jawabannya
sederhana saja, karena disini.., di bumi pertiwi ini, aku bisa tersenyum bahagia, berbagi dengan
sesama dan merasakan kehangatan “keluarga besar” ku meski kami tidak lahir dari
satu ibu satu bapak, tapi kami adalah keluarga besar Negara ini, kami adalah
anak-anak ibu pertiwi.. kami Bangsa Indonesia!
Menurut
cerita teman-teman yang sudah pernah jalan-jalan atau bahkan tinggal beberapa
waktu di luar negeri, terutama di Negara-negara Eropa, Amerika, Britania Raya
dan Jazirah Arab, jangankan menanyakan alamat, melempar senyum kepada orang
yang kita temui di jalan saja sudah dianggap “sesuatu” dan mencurigakan atau
kalau di Negara-negara Arab bisa dikategorikan “menggoda”. Ahh anehnya Negara
mereka.. bukankah Islam mengajarkan bahwa senyum adalah sodaqoh?
Sate Madura |
Lalu
apa hubungannya dengan tukang sate?! Nah itulah kawan.. sudah menjadi kebiasaan
ku untuk bercengkrama, sekedar melempar senyum atau bahkan berkelakar dengan
orang-orang mulia nan bersahaja ini, mereka tak lain adalah tukang tambal ban,
tukang sapu jalan, seorang guru ngaji, seorang pedagang sukses yang memulai
dari titik nadir, pemulung sampah, tukang becak, pedagang kaki lima, bahkan
seorang supir truk. Mereka adalah orang-orang mulia yang tak tampak oleh kasat
mata.
Kali
ini, aku bertemu dengan seorang yang jauh lebih hebat dari seorang presiden.
Dia adalah seorang tukang sate keliling, yang telah melanglang ke beberapa
kota-kota besar di Indonesia, meningkatkan kemuliaan diri sambil berjualan
sate. Dan akhirnya Surabaya menjadi kota pilihannya untuk tinggal.
Sepintas
memang dia hanya seorang tukang sate, yang mungkin bisa dibilang – tanpa
bermaksud merendahkan – Cuma lulusan sekolah dasar. Tapi apa yang diucapkan,
sikap yang ditunjukkan, dan perlakuan yang disampaikan benar-benar membuat saya
kagum.. ahh ini dia patriot bangsaku !
Rasa
kagumku berawal dari sebuah percakapan sederhana, tentang banyaknya kompetisi
antar pedagang sate, dan ada seorang pedagang sate kaki lima, yang sangat
terkenal di Surabaya dan ramai dikunjungi pembeli. Aku memulai pembicaraan
dengan bahasa campur-campur, jawa-indonesia-madura, “Pak katanya yang jual sate di ujung jalan itu, pake ilmu jampi-jampi ya
pak biar satenya enak dan banyak yang beli? Ada pedagang sate lain yang bilang,
kalau tiap malam omzetnya minimal 5 juta ?” selidikku. Si tukang sate
menjawab “Jampi-jampi gimana dek..? ooo penglaris
maksudnya..gak tahu saya dek, kalau saya yang penting halal, untuk apa cari
rejeki banyak tapi gak halal, orang itu biar rejekinya banyak, rumahnya bertebaran,
mobilnya sampai puluhan, tapi kalau mati nanti paling yang dinaiki ya ambulans
dek.. tak iyeh..?” jawabnya dengan
logat Madura yang sudah bercampur dengan dialek Surabaya sambil terus
mengipas-ngipas sate.
Cerita
terus berlanjut dari kata-kata bersahajanya, “Orang hidup itu dek prinsipnya cuma tiga, pertama harus bersyukur sama
apa yang kita dapat, yang kedua eling dek.. “ ucapnya pelan. “Eling gimana maksudnya pak..?” tanyaku
penasaran. “Ya eling dek sama yang di
atas.. Gusti Pangeran dek.. kita ini di dunia cuma sebentar, jangan cuma cari
sangu dunia, akhirat juga harus cari dek.. “ jelasnya singkat
“Lha terus yang ke tiga
pak..?” kejarku
semakin penasaran. “Ya kalo yang ketiga
itu.. ingat ke saudara, orang sesame, jangan lihat ke atas tapi lebih sering
lihat ke bawah biar gak gampang kaget” jawabnya.. Dalam hatiku, sungguh aku berdecak kagum,
terhadap orang mulia di hadapanku ini, sangat bersahaja.
Tiba-tiba,
ada nenek yang berjalan mendekat, aku pikir mau beli sate juga, ternyata Cuma beli
lontongnya saja. Biasanya, tukang sate atau tukang bakso yang lain akan selalu
menjawab, wah saya cuma sedikit bawa lontongnya, nanti kalau habis gimana. Tapi
si bapak yang satu ini, dengan ikhlas bilang ya boleh. Kemudian si nenek
membayar dengan uang sepuluh ribuan, padahal harga lontong Rp. 1500, dan tetap
si bapak mencari kembalian bahkan member diskon 500 rupiah, karena tidak ada
kembaliannya.
Tidak hanya itu saja, ada seorang bapak pengemudi angkot, yang ternyata juga membeli lontong
saja, dan malah menawar harga lontong, “seribu
ya..? gawe anakku loh..” hmm lagi-lagi si tukang sate bilang “Ya wiss.. “. Saya mencoba bertanya, “Loh pak.. kok dikasih, itu lontongnya kan
tinggal sedikit, satenya masih banyak, nanti kalau habis gimana pak? Gak rugi
pak jual 1000 rupiah per biji ?” sambil meracik bumbu sate saya, dia menjawab “Ya kan nanti kalau lontong saya habis, saya
juga bisa beli ke tukang sate yang lain dek.. gak papa dek.. amal sedikit wong cuma
500 rupiah kok nanti pasti ada gantinya” . Sederhana sekali pikirku si
bapak ini dalam menjalani hidup.
Beberapa
menit sebelum sate saya siap, saya bertanya berapa harga sate saya. “Ya 10 tusuk delapan ribu saja dek..sama
lontongnya” ujarnya. “Wah kok murah
pak.. jangan-jangan daging tikus ya pak hehehe…” selorohku bercanda. Dia
langsung menjawab sambil tertawa.. “Behh
dekk.. endaakk ini halal dek.. daging ayam setiap hari beli di pasar keputran,
sate saya ini yang special dek.. rombongnya saja model Jakarta, ala bango’ ,
saya jualnya suk masuk ke Bank dek.. kalau tak nyaman ndak lakuuu tak iyeh..”
Aku
semakin geli mendengar logat Maduranya yang mulai keluar, dan kucoba untuk
berkelakar lagi, “Pak sekarang ini kan
banyak yang dicampur B2.. sampeyan gak pake itu pak?” tetap saja jawaban yang keluar selalu santai
tapi bermakna, “Iya dek.. banyak memang
yang pake campuran, kebanyakan yang jual bak**n, kuahnya dicampur tulang B2,
tapi saya gak itu kan haram, saya ini orang Madura dek.. ngerti sama agama,
segoblok-gobloknya orang Madura itu dek.. tau bedakan yang mana najis, mana
haram, mana halal, kalau soal yang begini.. kami selalu hati-hati dek..”.
Semoga
Negeriku yang tercinta ini, segera menemukan patriot-patriot yang mulia
hatinya!
Blog walkin'
ReplyDeleteNice blog, spread Indonesia to the world..
hehehe..
hai hai budhipe...
ReplyDeletethanks for dropping by :)
e alahh mas budhi to tibaknya hehehe
apa kabar brader? kaifa hal
Kadang kita memang harus belajar kepada mereka.
ReplyDelete