Sejatine Urip Mung Ngampung Dolan

Responsive Ads Here

Saturday, November 12, 2011

Patriot Negeri ku

Menemukan sosok patriot bangsa dan belajar menghargai kehidupan dari tiga filosofi sederhana seorang tukang sate keliling

Aku patut bersyukur bisa tinggal di Indonesia, lagi-lagi Indonesia… Ya..! Negara berkembang di tenggara Asia, yang  pemimpinnya masih sibuk mencari sosok “pangeran piningit” untuk dicontoh. Lalu kenapa aku bersyukur tinggal di Negara yang membuat sebagian masyarakatnya jengah dengan pemimpin-pemimpinnya ini..?

Jawabannya sederhana saja, karena disini.., di bumi pertiwi ini,  aku bisa tersenyum bahagia, berbagi dengan sesama dan merasakan kehangatan “keluarga besar” ku meski kami tidak lahir dari satu ibu satu bapak, tapi kami adalah keluarga besar Negara ini, kami adalah anak-anak ibu pertiwi.. kami Bangsa Indonesia!
Menurut cerita teman-teman yang sudah pernah jalan-jalan atau bahkan tinggal beberapa waktu di luar negeri, terutama di Negara-negara Eropa, Amerika, Britania Raya dan Jazirah Arab, jangankan menanyakan alamat, melempar senyum kepada orang yang kita temui di jalan saja sudah dianggap “sesuatu” dan mencurigakan atau kalau di Negara-negara Arab bisa dikategorikan “menggoda”. Ahh anehnya Negara mereka.. bukankah Islam mengajarkan bahwa senyum adalah sodaqoh?
Sate Madura

Lalu apa hubungannya dengan tukang sate?! Nah itulah kawan.. sudah menjadi kebiasaan ku untuk bercengkrama, sekedar melempar senyum atau bahkan berkelakar dengan orang-orang mulia nan bersahaja ini, mereka tak lain adalah tukang tambal ban, tukang sapu jalan, seorang guru ngaji, seorang pedagang sukses yang memulai dari titik nadir, pemulung sampah, tukang becak, pedagang kaki lima, bahkan seorang supir truk. Mereka adalah orang-orang mulia yang tak tampak oleh kasat mata.

Kali ini, aku bertemu dengan seorang yang jauh lebih hebat dari seorang presiden. Dia adalah seorang tukang sate keliling, yang telah melanglang ke beberapa kota-kota besar di Indonesia, meningkatkan kemuliaan diri sambil berjualan sate. Dan akhirnya Surabaya menjadi kota pilihannya untuk tinggal.

Sepintas memang dia hanya seorang tukang sate, yang mungkin bisa dibilang – tanpa bermaksud merendahkan – Cuma lulusan sekolah dasar. Tapi apa yang diucapkan, sikap yang ditunjukkan, dan perlakuan yang disampaikan benar-benar membuat saya kagum.. ahh ini dia patriot bangsaku !

Rasa kagumku berawal dari sebuah percakapan sederhana, tentang banyaknya kompetisi antar pedagang sate, dan ada seorang pedagang sate kaki lima, yang sangat terkenal di Surabaya dan ramai dikunjungi pembeli. Aku memulai pembicaraan dengan bahasa campur-campur, jawa-indonesia-madura, “Pak katanya yang jual sate di ujung jalan itu, pake ilmu jampi-jampi ya pak biar satenya enak dan banyak yang beli? Ada pedagang sate lain yang bilang, kalau tiap malam omzetnya minimal 5 juta ?” selidikku. Si tukang sate menjawab “Jampi-jampi gimana dek..? ooo penglaris maksudnya..gak tahu saya dek, kalau saya yang penting halal, untuk apa cari rejeki banyak tapi gak halal, orang itu biar rejekinya banyak, rumahnya bertebaran, mobilnya sampai puluhan, tapi kalau mati nanti paling yang dinaiki ya ambulans dek.. tak iyeh..?”  jawabnya dengan logat Madura yang sudah bercampur dengan dialek Surabaya sambil terus mengipas-ngipas sate.

Cerita terus berlanjut dari kata-kata bersahajanya, “Orang hidup itu dek prinsipnya cuma tiga, pertama harus bersyukur sama apa yang kita dapat, yang kedua eling dek.. “ ucapnya pelan. “Eling gimana maksudnya pak..?” tanyaku penasaran. “Ya eling dek sama yang di atas.. Gusti Pangeran dek.. kita ini di dunia cuma sebentar, jangan cuma cari sangu dunia, akhirat juga harus cari dek.. “ jelasnya singkat

“Lha terus yang ke tiga pak..?” kejarku semakin penasaran. “Ya kalo yang ketiga itu.. ingat ke saudara, orang sesame, jangan lihat ke atas tapi lebih sering lihat ke bawah biar gak gampang kaget” jawabnya..  Dalam hatiku, sungguh aku berdecak kagum, terhadap orang mulia di hadapanku ini, sangat bersahaja.

Tiba-tiba, ada nenek yang berjalan mendekat, aku pikir mau beli sate juga, ternyata Cuma beli lontongnya saja. Biasanya, tukang sate atau tukang bakso yang lain akan selalu menjawab, wah saya cuma sedikit bawa lontongnya, nanti kalau habis gimana. Tapi si bapak yang satu ini, dengan ikhlas bilang ya boleh. Kemudian si nenek membayar dengan uang sepuluh ribuan, padahal harga lontong Rp. 1500, dan tetap si bapak mencari kembalian bahkan member diskon 500 rupiah, karena tidak ada kembaliannya.

Tidak hanya itu saja, ada seorang bapak pengemudi angkot, yang ternyata juga membeli lontong saja, dan malah menawar harga lontong, “seribu ya..? gawe anakku loh..” hmm lagi-lagi si tukang sate bilang “Ya wiss.. “. Saya mencoba bertanya, “Loh pak.. kok dikasih, itu lontongnya kan tinggal sedikit, satenya masih banyak, nanti kalau habis gimana pak? Gak rugi pak jual 1000 rupiah per biji ?”  sambil meracik bumbu sate saya, dia menjawab “Ya kan nanti kalau lontong saya habis, saya juga bisa beli ke tukang sate yang lain dek.. gak papa dek.. amal sedikit wong cuma 500 rupiah kok nanti pasti ada gantinya” . Sederhana sekali pikirku si bapak ini dalam menjalani hidup.

Beberapa menit sebelum sate saya siap, saya bertanya berapa harga sate saya. “Ya 10 tusuk delapan ribu saja dek..sama lontongnya” ujarnya. “Wah kok murah pak.. jangan-jangan daging tikus ya pak hehehe…” selorohku bercanda. Dia langsung menjawab sambil tertawa.. “Behh dekk.. endaakk ini halal dek.. daging ayam setiap hari beli di pasar keputran, sate saya ini yang special dek.. rombongnya saja model Jakarta, ala bango’ , saya jualnya suk masuk ke Bank dek.. kalau tak nyaman ndak lakuuu tak iyeh..”

Aku semakin geli mendengar logat Maduranya yang mulai keluar, dan kucoba untuk berkelakar lagi, “Pak sekarang ini kan banyak yang dicampur B2.. sampeyan gak pake itu pak?”  tetap saja jawaban yang keluar selalu santai tapi bermakna, “Iya dek.. banyak memang yang pake campuran, kebanyakan yang jual bak**n, kuahnya dicampur tulang B2, tapi saya gak itu kan haram, saya ini orang Madura dek.. ngerti sama agama, segoblok-gobloknya orang Madura itu dek.. tau bedakan yang mana najis, mana haram, mana halal, kalau soal yang begini.. kami selalu hati-hati dek..”.

Ahh tak salah rasanya jika aku menyebutnya patriot negeriku, yang tidak mementingkan dirinya sendiri, peduli dengan orang lain, dan yang paling penting adalah jujur terhadap diri sendiri. Seharusnya orang seperti ini yang duduk di kursi parlemen, karena dari makanan saja tahu membedakan mana yang halal dan haram, mana yang najis dan bersih, tidak seperti para koruptor yang “berpikir” semuanya halal dan tidak peduli terhadap hak-hak orang lain.

Semoga Negeriku yang tercinta ini, segera menemukan patriot-patriot yang mulia hatinya!





3 comments:

  1. Blog walkin'
    Nice blog, spread Indonesia to the world..
    hehehe..

    ReplyDelete
  2. hai hai budhipe...

    thanks for dropping by :)
    e alahh mas budhi to tibaknya hehehe
    apa kabar brader? kaifa hal

    ReplyDelete
  3. Kadang kita memang harus belajar kepada mereka.

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung, sampaikan salam anda disini ya :)