Artikel Asli di Majalah YDSF ed. 293 |
Irvan
kembali ke meja makan dengan laptop di tangan. Ibu dan Ayah segera tahu, bakal
ada masalah yang akan didiskusikannya. Benar, begitu duduk ia mulai angkat
bicara.
”Ada
fenomena menarik di Amerika. Penelitian yang dilakukan Inspire
Reseach di beberapa kota di AS, menunjukkan seorang anak lebih mudah
mengidentifikasi ibu kandungnya ketimbang ayah kandung. Banyak orang tinggal
bersama tanpa ikatan suami istri, dan kemudian berpisah begitu saja. Jadi
banyak anak lahir di luar nikah,” kata Irvan
”lanjut!”
kata Ayah
”Menurut
Prof Michael Gilding dari Swinburne Institute, penelitian itu menunjukkan 1
dari 10 anak di AS meragukan siapa ayah kandungnya. Untuk mengetahui identitas
sang ayah, harus tes DNA.”
”Berita
lainnya, makin banyak perempuan terinfeksi HIV, dan anak pun berisiko tertular.
Menurut PBB, tahun 2005 diperkirakan 3.000 bayi lahir dengan HIV setiap
tahunnya di Indonesia. Kata Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional,
Nafisah Mboi, sekitar 1,6 juta perempuan menikah dengan pria beresiko tinggi.”
”Oh,
ibu rumah tangga itu tertular oleh suaminya yang tidak setia!” celetuk Ibu.
”Jadi bagaimana orang bisa mengatakan tak ada kaitan antara penyebaran HIV
dengan soal moral!!??” nada bicara ibu meninggi, seperti kesal.
”Perzinahan
atau perselingkuhan memberikan kontribusi besar terhadap runtuhnya bangunan
keluarga,” kata Ayah.
”Zina
itu kotor. Karena itu Islam menghukum sangat berat pelakunya. Serapi-rapi
bersembunyi, perselingkuhan pasti akan terbongkar!” Sergah Ibu.
”Kata
pepatah, sepandai-pandai menyimpan bangkai, akhirnya tercium juga,” kata Putri.
”Sepandai-pandai
menyimpan istri muda, akhirnya tua juga,” seloroh Irvan.
”Di
negara Barat lembaga perkawinan tidak laku, dianggap lazim hidup bersama tanpa
nikah bahkan setelah melahirkan beberapa anak. Dan atas nama menghormati hak
asasi, orang bungkam melihat semua perilaku yang tak menghormati martabat kemanusiaan itu,” tutur Ibu.
”Di
sinilah pentingnya pendidikan seks,” kata Irvan mengagetkan orangtuanya. ”Maksudku,
pendidikan seks yang bukan mengajarkan bagimana melakukan hubungan seks yang
aman, tapi hubungan seks yang halal. Hubungan yang hanya boleh dilakukan oleh
suami istri yang menikah.”
”Hubungan
seks itu sakral, jangan dianggap cuma permainan!” kata Ayah.
”Dulu
ada istilah ’menjaga kehormatan’. Istilah itu sekarang jarang terdengar. Yang
populer malah sebutan Pekerja Seks Komersial. Kehormatan kok diperjualbelikan.”
kata Ibu.
”Seks
yang halal oleh suami istri dalam lembaga perkawinan, sungguh sangat indah.
Aktivitas seksual ini untuk menyalurkan hasrat biologis sekaligus pelestarian
keturunan. Dilakukan atas dasar cinta dan tanggung jawab, bukan jual beli!!!”
”Islam
mengajarkan, dalam hubungan seks itu ada tanggung jawab. Bertanggung jawab atas
kehamilan, bertanggung jawab untuk mencapai orgasme secara bersama, merawat
kandungan, saat melahirkan, dan mngasuh anak. Ada mata rantai yang saling
terkait dari sebuah hubungan seks.”
”Rasulullah
SAW mengajar umatnya untuk berperilaku baik dan sehat dalam hubungan seks.
Islam menentang keras hubungan seks pasangan sejenis, apapun alasannya.
Beberapa negara Eropa melegalkan perkawinan sejenis. Juga Presiden Barack
Obama.”
”Begitu
sakralnya hubungan seks sampai Islam mengaturnya. Islam membolehkan berbagai
variasi dalam melakukan hubungan seks, tetapi mengharamkan melakukannya pada
dubur dan pada saat haid.”
”Benar
Ibumu. Nabi bersabda : Datangilah vagina istrimu dari arah depan dan arah
belakang. Jauhilah dubur dan istri yang sedang haid. Terlaknatlah suami yang
mendatangi dubur istrinya.”
”Saya
pernah membaca artikel, Mahmud Mahdi al Istanbuli memberikan tips kepada calon
pengantin baru. ’Janganlah engkau memulai kehidupan perkawinan dengan
perkosaan. Cara memecahkan selaput dara pada malam pertama pernikahan adalah
melakukan cumbuan yang lama. Sebab mengabaikan cumbuan, sama dengan menyiksa.
Suami harus memberikan hak istrinya itu.”
Ucapan
Irvan sebenarnya membuat kaget orangtuanya. Namun mereka diam mendengarkan.
Keduanya berpikir itu jauh lebih baik daripada putra-putrinya membicarakannya
dengan temannya. Mereka bersyukur karena referensi Irvan dari agama.
”Dibutuhkan
keterbukaan. Jangan sampai sikap suami membuat istri takut membicarakan soal
ketidakpuasannya,” komentar Ibu.
”Nabi
berpesan : Tidak memuliakan para istri, kecuali orang yang mulia, dan tidak
menghinakan mereka, kecuali orang yang hina pula.”
”Begitulah.
Hubungan seks yang indah, suci, dan sakral jadi lebih bermakna karena ada
prinsip saling menghargai dan membahagiakan.”
Disadur dari Tulisan Kolom ”Pojok”
Majalah Sosial YDSF Surabaya
Zainal Arifin Emka
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung, sampaikan salam anda disini ya :)