Surabaya city from Madura Island |
Menuju
pulau Madura, sebenarnya bukan hal baru bagi saya, selama saya di Surabaya,
sudah hampir lebih dari 4x, saya berkunjung ke Pulau Madura. Entah itu untuk
keperluan dinas organisasi, atau sekedar diajak teman.
Kali
ini perjalanan ke pulau Madura, benar-benar menjadi travel destination di awal tahun 2012. Saya dan Widy, teman couchsurfing yang akhirnya sejiwa
menjadi teman ngalor – ngidul, berdua
pas 1 Januari 2012 lalu nekat keliling Madura dengan motor merah satu-satunya
:D.
Sengaja
kami tidak memilih 31 Januari sebagai jadwal tour, selain bakalan macet, banyak
petasan, dan juga gak dapet hotel
buat menginap. Janji ketemu di sekitar kost
Widy, depan Indomart Jalan Undaan, persis jam 6.30 pagi, maunya sih jam 5, tapi
gara-gara semalam begadang bingung cari peta Madura, cari tempat-tempat tujuan
wisata, parah... kami berdua bangun kesiangan he he.
Pagi
itu Surabaya lengang sekali, sisa-sisa pesta pergantian tahun semalam, masih
membekas disetiap sudut jalan yang saya lalui, tampak petugas kebersihan
menyapu jalan dan serakan kertas-kertas petasan, ditambah lagi udara sejuk
akibat hujan semalam, membuat warga Kota Surabaya semakin malas keluar rumah.
Ini
adalah pertemuan pertama saya dengan Widy, sebelumnya kami hanya kontak-kontakan via e-mail, ym, sms dan telepon.
Pertama ketemu widy, wuiihh super deh cueknya ha ha ha.. dan ternyata asyikk
bangett anaknya, meski kadang suka cerewet kalau udah masalah “time & schedule”.
Semua
perlengkapan sudah kami packed jadi
satu dalam ransel masing-masing, jas hujan ada dalam jok, motor sudah di-check up beberapa hari sebelum
berangkat, dan tentunya kondisi prima untuk “nyetir”
motor pp (pulang pergi), karena si Widy gak bisa naik motor.. cape dehh
hihihi. Sesuai kesepakatan, kita berangkat via Jembatan Suramadu, dan pulangnya
“maunya” via Pelabuhan Kamal –
Tanjung Perak.
White Road |
Tour
yang akan kita lalui adalah Kota Bangkalan – Sampang – Pamekasan – Sumenep, 4
kota-kota itu adalah kabupaten yang berada di Pulau Madura, Pulau yang luasnya
kurang lebih 5.250 km2 dengan jumlah penduduk sekitar empat juta
jiwa (http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Madura).
Rata-rata penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani garam, itu sebabnya Madura dikenal sebagai Pulau
Garam. Kondisi tanahnya yang kurang subur, panas dan padas, membuat banyak
orang Madura merantau baik ke luar kota, luar pulau hingga luar negeri loh :D
... jualan sate hehe
Menyeberangi
jembatan Suramadu, dibutuhkan waktu 5 menit dari Surabaya – Madura Bangkalan. Tiket
menyeberangnya kalau untuk sepeda motor cuma Rp, 3.000 sedangkan mobil Rp.
30,000, kalau truk saya belum pernah karena belum pernah nyupir truk :p. Udara dingin dan aroma laut membuat otak kami
rileks dan sangat menikmati perjalanan, meski angin bertiup kencang, tak juga
mengurungkan niat untuk melakukan tour de madure (red : bahasa Madura-nya pulau
Madura itu “Madureh”)
Suasana
Madura pagi itu lengang, banyak juga sisa petasan berserakan di pinggir jalan.
Sebelumnya saya belum pernah naik motor ke Madura, tips untuk teman-teman,
berhati-hatilah berkendara, karena kebanyakan pengguna jalan di Madura boleh
dibilang rada ngawur, belok tanpa
lampu sen, main slonong aja. Suka bikin kaget, bahkan nih kalau kita bawa
mobil, dan kita kurang berani... wiss bakalan lewatt :D.
Paddy Field |
Usai
menyeberangi jembatan Suramadu, pemandangan yang disuguhkan kebanyakan ladang
ketela pohon, ladang jagung, ladang rumput gajah, untungnya gak ada ladang
ganja :p. Tujuan awal kami adalah pantai dengan Mercu Suar, yang terletak di
kabupaten Bangkalan. Lokasinya lebih dekat dicapai jika kita lewat pelabuhan
Kamal, tapi karena kita malas antre dan menunggu, terpaksa memutar sambil
berpetualang.
Di
perempatan lampu merah pertama, lepas dari Jembatan Suramadu (± 5km), ada papan
penunjuk arah, kalau ke kiri Bangkalan, ke kanan Sampang, Pamekasan, Sumenep.
Tempat mercu suar itu berada di Pantai Sambilangan, Bangkalan. Beruntung ada
orang yang lagi ngarek (cari rumput)
di pinggir jalan sebelum lampu merah, saya mencoba mengasah kemampuan bahasa
Madura saya, ehh ternyata si mas-nya bisa bahasa Indonesia hihih.. jadi jayus
deh.
Muddy Road |
Menurut
mas pencari rumput itu, untuk ke Sambilangan dari situ lumayan jauh, #waduhh..
tapi bisa lebih cepat lewat jalan pintas, sebelum lampu merah ada jalan yang
separuh diaspal, tapi selanjutnya masih makadam. Kami nekat lewat jalan itu,
karena itu yang paling cepat.. Ingat ya, kalau ketemu orang desa, trus nunjukin
jalan dan bilang “dekat”, lihat telunjuknya.. heheh kalau telunjuknya sejajar
dengan genggaman tangan itu “ukuran dekat” nya bisa sama dengan jauhnya orang
kota.. tapi kalau udah nunjukin jalan, telunjuknya 45 derajat naik... wahhh itu
celaka 13 buat orang kota heheh.. alias juuuaaaauuuuuhhh bangettt..
Gilaa!
Jalan yang akan kami lalui bukan aspal hitam.. tapi aspal putih, alias makadam
dari batu kapur, belum lagi banyak genangan air, karena semalam Madura diguyur
hujan, dan banyak jebakan betmen, jalan
berlubang yang tertutup genangan air. Perjalanan kali ini berasa lebih lama, karena
kita belum pernah lewat, sempat khawatir kita nyasar, sepanjang jalan saya
berusaha ramah dan menyapa orang-orang yang sedang istirahat lepas dari ladang
& sawanya.
Sesekali
kami berpapasan dengan truk pengangkut batu kapur, dan mereka berpesan untuk
hati-hati, karena jalanan rusak. Semakin lama kok jalan makin sepi, akhirnya
kami sempatkan berhenti untuk tanya arah, dan ternyata memang itu jalan yang
harus dilewati menuju jalan besar, untung kita tournya pas pagi.. coba bayangin
kalau malam.. ampunn DJ... semakin kesana semakin banyak bertemu dengan orang
beresepeda “fun bike”, dilihat dari
penampilan dan logat, sepertinya orang-orang Surabaya. Kami sedikit senang,
karena jalan yang kita lewati benar.
Akhirnya
sampai di jalan yang turun sangat curam, wuiiihhhh di depan mata nampak pulau
Jawa, dengan Surabaya sebagai pusatnya.. terpisah oleh selat Madura.. kami
berhenti sejenak, untuk foto-foto. Saya baca satu penunjuk arah, ternyata kita
sedang berada di Kamal, dekat sekali dengan pelabuhan hehehe... akhirnya.
Perjalanan ke Mercu Suar masih lumayan jauh, kami teruskan ke selatan menuju
Bangkalan Kota.
Sebenarnya
kita pingin mampir makan ke Bebek Sinjai Bangkalan, tapi karena yang antre
panjang ya lanjut deh.. Lalu entah bagaimana ceritanya, kita sampai disuatu
desa yang ramai di kunjungi orang, sepertinya pondok pesantren, karena banyak
pengunjung mengenakan busana muslim, hingga rombongan bis seperti di Ampel
Surabaya. Kami berhenti di salah satu supermarket disana, membeli snack,
minuman, dan tergoda membeli oleh-oleh keripik singkong khas Madura, walhasil
tas jadi penuh, rentengan tas kresek
menggantung di leher motor merahku.
Sambil
menikmati ice cream cap Njonja Besar
di serambi supermarket, kami sempatkan tanya, ini tempat apa kok ramai
pengunjung, ternyata disitu adalah tempat makam Mbah Cholil, salah satu ulama
yang membantu penyebaran agama Islam.
Hmm...
ternyata perjalanan ke Pantai Sambilangan, tidak semudah yang kita bayangkan,
karena harus memutar kalau dari Suramadu, dari Makam Mbah Cholil, jalanan
sedikit macet karena banyak bis besar dan mobil-mobil peziarah yang keluar
masuk kawasan tersebut. Yang saya ingat, kita belok kiri kemudian ke kanan
heheh.. tanya aja yah kalau pas lewat sana, jangan kuatir orang Madura
baik-baik kok apalagi kalau “tretan
dibik” (red: sebutan untuk orang yang bisa berbahasa Madura atau berasal
dari Madura/daerah yang berbahasa Madura, dan dianggap seperti saudara sendiri,
tretan = saudara, dibik= sendiri)
Widy & Printilan |
Widy
tergeleng-geleng heran plus nggak
ngerti bahasa planet saya, karena setiap saya tanya arah ke orang-orang disana,
saya menggunakan bahasa Madura, dan plat nomor motor saya “P xxx DC” yang
berarti dikenal “Jember / Bondowoso / Situbondo”. Lengkaplah sudah sebutan “tretan
dibik” saya dapat hehehe
Mau
tahu cerita tentang Pantai Sembilangan? Ikuti terus ya cerita selanjutnya..
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung, sampaikan salam anda disini ya :)