Pukul
4 sore, mendung menggantung di langit, angin senja mengantarku sejenak pada
kenangan teduh duduk dalam dekapan opa
Tangannya
legam keriput, dan senyumnya yang ompong membuatku selalu damai duduk
berlama-lama disamping opa. Kerap kami sembunyi-sembunyi pergi berdua ke tepian
sungai mengelabuhi oma, hanya untuk mengantarku mencari siput dan capung, atau
sekedar berlari-lari menangkap kupu-kupu.
Dan
ketika sore menjelang, oma menunjukkan wajah muram, karena aku belepotan lumpur
dan bau matahari terendus dari rambut hitam ikalku. Lalu opa menyembulkan
tangannya membawakan seikat jamur putih, kesukaan oma untuk segera dibuat sup
jamur
Ah
sore ini, benar-benar membuatku terbang menari menyibak ribuan waktu, melewati tepian
sungai, seolah memantulkan pahatan-pahatan kenangan indah bersama opa dan oma.
Gemericik air sungai seolah berubah menjadi tapak sepatu kereta kuda, yang
selalu oma dan aku tumpangi ketika hendak pergi ke pasar.
Mataku
tertuju pada penjual kue ketan serabi, di ujung pintu keluar pasar, tanpa perlu
aku merengek, oma seolah tahu apa isi hatiku, lalu menggandeng tangan mungilku
dan tersenyum mesra, kamu mau yang mana gula jawaku ? Yah gula jawa, itu
panggilan kesayangan oma, karena kulitku yang coklat dan binar lebar mataku yang
menambah manis senyumku, legit seperti rasa gula jawa
Oma,
aku mau yang itu dua ya? Pintaku memelas manis, ah tatapan itu yang hingga kini
selalu sejuk kukenang, Omaku perempuan cantik dengan hidung mancung, dengan
bola mata biru persia,
entah dari mana oma mendapatkan mata indah itu. Sedangkan opaku lelaki
jangkung, dengan kulit legamnya dan bermata teduh, yang selalu setia mendengar
omelan oma ketika petang menjelang.
Dua
orang ini adalah pelipurku, pernah suatu ketika, aku menangis terlambat ke sekolah,
omaku menenangkanku dengan kue serabi manis, tapi tak juga membuatku diam dan
beranjak ke sekolah, hingga opaku datang, mengusap air mataku, dan memintaku
naik di punggungnya.
Setengah
berlari, opa menggendongku menuju sekolah, sambil sesekali menenangkanku, gula
jawa.. nanti kalau kamu terus menangis, jadi tidak manis lagi, tauke gula pasir
akan kaya raya, karena gula pasirnya dibeli banyak orang… tukang kue serabi
juga sedih, karena gula jawa nggak manis
lagi. Lalu aku tersenyum sambil masih menangis mendengar gurau opa. Dan kulihat
opa tertawa senang dengan gigi ompongnya, karena gula jawa manis lagi.
Dan
di senja yang lain, aku tertawa melihat opa menggoda oma, agar memberi lebih
banyak sup jamur ke mangkuk keramik tuanya, lalu oma membelalakkan matanya,
seolah tak rela sup jamur sore itu dihabiskan opa. Hmm opa, entah bagaimana aku
merangkai cerita indah dan kenangan manis yang telah engkau semaikan.
Di
bawah langit mendung sore ini, aku melihatmu tersenyum mesra menggandeng oma di
atas kereta kuda melintasi awan, melambaikan tangan padaku, seolah berkata gula
jawa jangan menangis ya.. Ahh betapa romantisnya mereka, semoga kelak pun aku
menemukan pasangan jiwa seperti kalian berdua, kekal hingga surga..
Tunggu aku ya oma opa … gula jawamu
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung, sampaikan salam anda disini ya :)