Sejatine Urip Mung Ngampung Dolan

Responsive Ads Here

Monday, March 19, 2012

Elegy buat Opa


Pukul 4 sore, mendung menggantung di langit, angin senja mengantarku sejenak pada kenangan teduh duduk dalam dekapan opa

Tangannya legam keriput, dan senyumnya yang ompong membuatku selalu damai duduk berlama-lama disamping opa. Kerap kami sembunyi-sembunyi pergi berdua ke tepian sungai mengelabuhi oma, hanya untuk mengantarku mencari siput dan capung, atau sekedar berlari-lari menangkap kupu-kupu.


Dan ketika sore menjelang, oma menunjukkan wajah muram, karena aku belepotan lumpur dan bau matahari terendus dari rambut hitam ikalku. Lalu opa menyembulkan tangannya membawakan seikat jamur putih, kesukaan oma untuk segera dibuat sup jamur

Ah sore ini, benar-benar membuatku terbang menari menyibak ribuan waktu, melewati tepian sungai, seolah memantulkan pahatan-pahatan kenangan indah bersama opa dan oma. Gemericik air sungai seolah berubah menjadi tapak sepatu kereta kuda, yang selalu oma dan aku tumpangi ketika hendak pergi ke pasar.

Mataku tertuju pada penjual kue ketan serabi, di ujung pintu keluar pasar, tanpa perlu aku merengek, oma seolah tahu apa isi hatiku, lalu menggandeng tangan mungilku dan tersenyum mesra, kamu mau yang mana gula jawaku ? Yah gula jawa, itu panggilan kesayangan oma, karena kulitku yang coklat dan binar lebar mataku yang menambah manis senyumku, legit seperti rasa gula jawa

Oma, aku mau yang itu dua ya? Pintaku memelas manis, ah tatapan itu yang hingga kini selalu sejuk kukenang, Omaku perempuan cantik dengan hidung mancung, dengan bola mata biru persia, entah dari mana oma mendapatkan mata indah itu. Sedangkan opaku lelaki jangkung, dengan kulit legamnya dan bermata teduh, yang selalu setia mendengar omelan oma ketika petang menjelang.

Dua orang ini adalah pelipurku, pernah suatu ketika, aku menangis terlambat ke sekolah, omaku menenangkanku dengan kue serabi manis, tapi tak juga membuatku diam dan beranjak ke sekolah, hingga opaku datang, mengusap air mataku, dan memintaku naik di punggungnya.

Setengah berlari, opa menggendongku menuju sekolah, sambil sesekali menenangkanku, gula jawa.. nanti kalau kamu terus menangis, jadi tidak manis lagi, tauke gula pasir akan kaya raya, karena gula pasirnya dibeli banyak orang… tukang kue serabi juga sedih, karena gula jawa nggak manis lagi. Lalu aku tersenyum sambil masih menangis mendengar gurau opa. Dan kulihat opa tertawa senang dengan gigi ompongnya, karena gula jawa manis lagi.

Dan di senja yang lain, aku tertawa melihat opa menggoda oma, agar memberi lebih banyak sup jamur ke mangkuk keramik tuanya, lalu oma membelalakkan matanya, seolah tak rela sup jamur sore itu dihabiskan opa. Hmm opa, entah bagaimana aku merangkai cerita indah dan kenangan manis yang telah engkau semaikan.

Di bawah langit mendung sore ini, aku melihatmu tersenyum mesra menggandeng oma di atas kereta kuda melintasi awan, melambaikan tangan padaku, seolah berkata gula jawa jangan menangis ya.. Ahh betapa romantisnya mereka, semoga kelak pun aku menemukan pasangan jiwa seperti kalian berdua, kekal hingga surga..

Tunggu aku ya oma opa … gula jawamu






No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung, sampaikan salam anda disini ya :)